Bismillah
Whats? Apaan sih nih postingan? Aiiih… duduk sebentar bersamaku yuks. Siapa tahu kalian lebih berpengalaman mengenai ini. Ini apa tah shine? Yang jelas bukan ini Budi, ini bapak budi lho *plaaak!
Cinta! Ehm, ga pa-apa ya ngomongin tentang cinta. Sekali-sekali geto…
Ada apa dengan cinta
Perbedaan aku dan engkau
Biar menjadi satu dalam puisi cinta terindah…
Ihiiiy, AADC bangets ^^
Ok, kita mulai ya…
Aku lupa sumbernya dari mana namun ini merupakan tausiah yang pernah ku dengar semasa SMK.
"Didunia ini tidak ada cinta sejati. kecuali 4 hal yang bisa disebut sebagai cinta nan sejati;
Cinta Allah SWT kepada hamba-hambanya,
CInta Rasululloh kepada ummatnya,
Cinta seorang Ibu kepada anak-anaknya, dan
Cinta seorang suami terhadap Isterinya.
Selain dari itu adalah bukan cinta sejati. Melainkan Syahwat".
Cinta Allah SWT kepada hamba-hambanya,
CInta Rasululloh kepada ummatnya,
Cinta seorang Ibu kepada anak-anaknya, dan
Cinta seorang suami terhadap Isterinya.
Selain dari itu adalah bukan cinta sejati. Melainkan Syahwat".
Begitu? Berarti yang menjembati cinta antara satu orang dengan lawan jenisnya adalah NIKAH. Ya, itulah yang menjadi syarat syah cinta menurutku.
“Cieee… Shine udah gede, ngebahasnya tentang nikah.”*memerah jambu.
Dan sebagai makhluk social yang tentu saja bergaul dengan makhluk planet bumi ini, aku belajar banyak hal tentang sebuah pernikahan. Belajar dari siapa shine? Guru kehidupan! Yang dengannya menunjukan modul-modul, materi-materi, bab per bab secara detail mengenai aplikasi real nya dalam kehidupan.
Tidak melulu belajar dari hal yang sifatnya haq namun ada yang mesti kita jadikan ibrah ketika kehidupan dalam mahligai rumah tangga tersebut ada pertikaian. Mari kita intip ke TKP!!!
1. PASUTRI FLP.
Pasangan suami isteri yang ku kenal lewat FLP. Contoh saja mba miyosi dengan mr. cool nya alias mas ryannya yang setia mendukung setiap aktivitas mba miyosi. Sepertinya rumah tangga mereka adem, ayem, silih asih, silih asuh, handap asor *udah kayak filsafah sunda, gkgkgk… pokoknya pasangan yang kompak dech.
Konon katanya, mereka dipertemukan pada saat SMA yang ketika itu posisi mba miyosi sebagai adik kelas mas ryan. Dari sanalah benih-benih cinta bermekaran, cling-cling, mereka sempat pacaran namun ya pacaran lewat hp ajah, sekedar Tanya kabar dan sharing pelajaran. Saling mengingatkan juga tak jarang dilakukan. Bahkan mereka baru-baru ini telah menelorkan karya duet mautnya lho berupa sebuah buku yang temanya ga jauh-jauh dari akuntansi. Hebat ya? Seneng dech liatnya. Jadi ngiri…
Ketika aku mewawancarai mba miyosi (gaya wartawan) dan jawaban beliau pun seperti ini : “Aku tuh lho ya dek, kalau missal sudah suka sama satu orang, ya susah berpindah kelain hati. Jadi ya sudah, walaupun aku tahu resiko nikah dini itu seperti apa, dan karena mungkin satu sama lain sudah terlanjur cintrong , takut dicolong sama orang lain, mending langsung nikah saja, aman wis!” katanya dengan logat jawanya yang ayu :)
Untuk pasutri yang satu ini aku acungi jempol 4 dech dan memberikan lebel WOW, NIKAH DINI KEWREEEN BANGEEET!!! Saling cinta, saling mengerti dan saling memahami *alay
2. Pak ustadz dan si teteh
Teteh siapa nih shine? Teh ninih? Oh no! bukan… pokonya ada lah, ustadz dan tetehku.
Aku saluuut banget… banget… banget, sama pak ustadz dan si teteh. Pasutri ini tak pernah adanya ngambek-ngambekan. Ya Allah, bener-bener romantis. Sehabis pulang ngajar pak ustadz tak banyak menuntut minta dibikinkan macam-macam, namun justru ia yang secara peka membantu urusan rumah tangga.
“Sudah, ayank istirahat saja, pasti capek kan mengurusi si dedek dari pagi sampai sore… biar bapak yang nyuci.” Dengan senyum dan nada suara yang tulus. Ya Allah, terharu aku mendengarnya, pengen nangis *lho?
Secara gitu, seorang suami pulang kerja, biasa kan tuh kalau suami pengennya dimanjaaaa melulu jarang-jarang yang memikirkan perasaan isteri. Memang betul suami mencari nafkah, tapi ga musti selalu diperhatikan kan? -_-
Tapi ga salah juga, jika kita sebagai isteri *hah, kita?* sebisa mungkin menunaikan kewajibannya selayaknya seorang isteri.
Yang aku dapatkan dari sini adalah PENGERTIAN!!! Saling memahami, peka terhadap perasaan masing-masing. Ga selalu menuntut hak namun juga kewajiban yang dilandasi pengertian untuk saling mengerti.
3. curcolan teman sepengajianku
“Kadang saya merasa jenuh dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Ingin rehat rasanya, sebentar saja… ya hanya sebentar… astagfirullah… apakah saya terlalu mengkufuri nikmat?” Ia menangis sesenggukan.
Jawabannya adalah wajar seseorang merasa jenuh ketika dihadapkan dengan rutinitas yang itu-itu saja. Jangankan tingkatannya yang lebih riskan seperti ibu rumah tangga, terkadang saja aktivitas bekerja, kuliah dan lain sebagainya pasti menemukan titik jenuh dimana tubuh kita merasa butuh waktu untuk rehat, untuk kembali ketitik nol. Makanya, jika dalam perusahaan-perusahaan adanya cuti, ya itulah fungsinya. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah menjadi ibu rumah tangga disediakan cuti? Kembali lagi pada kita, bagaimana cara kita menyelesaikan masalah. Mungkin disitulah titik fungsi komunikasi bersama suami, siapa tahu suami kita melihat kita fine tak ada masalah, enjoy-enjoy saja.. harus buatkan meeting mengenai kejenuhan kita tersebut. Ini penting lho *sotoy
Hiiiy, setelah mendengar curcolan si ibu yg satu ini, kok aku jadi ga berminat ya? Hiks… Astagfirullah…
4. pasutri yang bertemu 3 bulan langsung nikah
Tak kenal maka? Ta’aruuuuf… betul 100 untuk aku! Ahaha…
proses ta’aruf sedang booming dikalangan PYMK (Pasangan Yang Mau Nikah), begitupun proses yang dilakukan oleh temanku ini. Sebut saja namanya Wulan. Dalam proses tiga bulan, mereka merasakan kecocokan dan greng… *kemana? Kelaut… eeeh, nikahlah…
sebelum pernikahan itu ada, mba Wulan adalah sosok makhluk yang paling ceria yang ku temui di Bekasi ini. Walaupun Ayah-Ibunya telah lama pergi, ia tetap tegar dan menyebarkan keceriaannya itu kesekelilingnya.
Dan setelah hamper satu tahun menikah dan kini ia dikarunia kehamilan, aku melihat ada yang salah dari caranya berinteraksi sehari-hari. Aku mau apa? Aku hanya bisa diam, tanpa mau menanyakan mengapa begini mengapa begitu? Entah aku yang emang cuek atau lebih tepatnya takut menyinggung perasannya.
Hingga, suatu pagi di dini hari setelah selesai tahajud, ada sms masuk ke hp bututku.
“Neng, udah 2 hari aku ga bisa tidur, makanya aku sering migraine. apakah ada do’anya supaya bisa tidur ya neng?”
Segera ku balas.
“Kalau untuk do’a khususnya, aku kurang tahu mba. Tapi menurutku, mba terlalu banyak yg dipikirkan, jadi saranku sih perbanyak dzikir saja dan lapangkan hati dan kepala sejenak, bissmillah ajah mba, insyaAllah bisa.”
“Neng, menurut kamu, setelah nikah aku keliahatan bahagia ga? Jujur aja, ga apa-apa.”
“Maaf mba, penilaianku, setelah nikah mba kelihatan banyak masalah dan tertekan. Mungkin itu yang aku rasakan, tapi kan yang merasa mba sendiri, maaf ya mba kalau lancang.”
“Ga apa-apa neng, mungkin benar apa kata kamu. Aku juga sudah mengira, kamu pasti bisa menilainya. Pesanku, pintar-pintar nanti cari calon suami. Bukan hanya pintar secara pikiran tapi peka dan peduli terhadap apa yang kamu rasakan.”
Ya Allah, jika saja ia berada di depanku saat itu, aku ingin sekali memeluknya, menenangkannya dan mengusap punggunya. Merembes air mataku dibuatnya T.T
“Iya mba yang sabar ya… mungkin dengan Allah mempertemukan mba dengan jodoh mba adalah sebagai ladang pahala berupa ujian yang jika mba berhasil melewatinya dengan kesabaran maka derajat mba akan meningkat di mata Allah.”
“Terimakasih ya neng sudah mengingatkan.”
Lagi-lagi, masalah peka, peduli dan pengertian. Rasanya aku tak sudi jika temanku sendiri diacuhkan begitu saja. Ya, peka itu kata kuncinya! Semoga engkau kuat, menghadapi badai ujian yang di depan sana belum berujung.
5. dan malam ini, aku mendapatkan sms dari temanku.
“Hari ini ceritanya aku dapat pelajaran lagi dari temanku. Teman SMAku selingkuh dengan laki2 yang udah punya isteri. Pas dinasehatin, “kalau kamu punya suami nanti, gimana kalau suami kamu selingkuh juga?” Ealah dia jawab : “kalau laki-laki ga dihargai sama isterinya, boleh dunk selingkuh.” Jadilah aku berkesimpulan, laki-laki ga akan selingkuh jika isterinya bisa menghargainya.”
Hmmm, lagi-lagi soal pengertian dan saling menghargai!
Aku setuju dengan kesimpulan terakhir tapi tak dibenarkan juga bahwa selingkuh itu dibolehkan. Namanya rumah tangga pasti ada perbedaan sifat, karakteristik dan lain sebagianya yang sebenarnya kecil namun berimbas menjadi masalah besar jikalau tak didiskusikan dengan baik. Ya Allah, betapa benar Qalam mu yang menyatakan bahwa pentingnya sebuah musyawarah dalam surat cinta mu QS, Asy-Syura…
“Dan (bagi) orang – orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka...” (QS; Asy-Syura :38)
Subhanallah…
***
Jadi kesimpulan dan ibrah yang dapat diambil apa nih shine???
It’s so simple.
Kata kunci dalam rumah tangga versi Shine:
1. 1. Menjalankan hak dan kewajiban masing-masing *udah kayak undang2
2. 2. Pengertian dan kerjasama yg baik
3. 3. Peka
4. 4. Peduli
5. Love, Gaul and Nyar'i :D :P
5. Love, Gaul and Nyar'i :D :P
5. 6. Dan yang paling penting adalah musyawarah, yang ketika semuanya dibicarakan baik-baik insyaAllah SAMARATA (Sakinah Mawadah Warahmah dan Taqwa) itu akan terwujud dengan sendirinya…
Ehm, emang kamu udah nikah ya shine? Belum *Dzigh!
Maka dari itu, saya menganjak kalian untuk berdiskusi tentang ini. Ayo berbagi (terutama yg sudah jadi pasutri, ckckck).
***
So? Masih tak berminat Shine? Oh tentu tidak, kan sudah punya kuncinya ^^
oh jadi yg pacaran kudu buru2 nikah ya. hehee baru bisa cinta sejati
ReplyDeletehehe... iya mba, memang seharusnya begitu... hayooo buruan nikah, ato jangan2 dah nikah lagi ya? upz, saya lancang nih #plaaak! :D
ReplyDelete