Bismillah…
Ini tentang sebuah mimpi dan pilihan hidup. Siapapun pasti memiliki impian bukan? Tak terkecuali! Begitupun aku, yang bermimpi untuk menjadi seorang penulis! Lucu? Silahkan tertawakan… karena bagiku tak ada yang tak mungkin di dunia ini.
Aku pernah bermimpi jika suatu saat bisa menerbitkan buku. Dan Alhamdulillah, impian itu terwujud nyata. Buku berbentuk antologi! Never mind, mungkin itulah buah dari mimpi yang sekedar hanya ingin menerbitkan buku. Tahukah? Pertama kali buku itu terbit, bahagia hatiku tak mampu diejawantahkan melalui kata. Berbunga-bunga dan rasanya ingin senyum sepanjang hari. Mungkin itu merupakan efek dari penulis pemula yang baru menerbitkan buku kali ya?
Dan kini, setelah aku mengikuti audisi antologi ini itu dan lagi-lagi lolos, kok rasanya berbeda? Biasa saja tuuuh… terlebih kebanyakan yang disodorkan oleh para Penanggung Jawab naskah lebih kepada penerbit Indie. Pernah sih lolos di penerbit besar yang terkenal (maaf dirahasiakan namanya untuk menjaga privasi), namun aku begitu kecewa ketika melihat naskahku yang dataaaaaaaar banget. Ini bener ya naskahku? Ceritanya sih bener, tapi kok datar ya? Perasaan pas aku nulisnya, aku pun ikut nangis dech? Dan baru ku tahu bahwa ada editor yang bekerja dibalik naskah ini. Mungkin lagi-lagi ini semua balik lagi pada soal “cita rasa”. Sayangnya aku sama sekali tak suka dengan cita rasa yang ku baca lewat buku antologiku yang ketiga itu (yang secara diterbitkan oleh penerbit terkenal gitu). Kenapa??? Ceritanya itu datar banget, tak ada alur yang bergejolak atau surprise ending yang mengejutkan. Truly Flat! Entahlah mungkin aku kali ya yang terlalu dungu dengan berbagai naskah yang ada, tapi anehnya ketika dibaca anak-anak kisaran usia SMP, mereka pada suka ya? Heran! Huhu… Lumayanlah, kecewaku sedikit terobati. Hmm, tak masalah, ini kan masih antologi. Semoga kelak ketika naskah soloku diterima dipenerbit terkenal, aku bisa memilih-milih editor yang memang sehati dan se-selera.
Tentang penerbit Indie! Pernah ketika itu, aku dan teman-teman FLPku yang sebuku, membedah karya kami pada seminar kepenulisan. Tanggapan dari pembicara apa? Tulisannya bagus dan sayang banget jika naskah tersebut harus terdampar di penerbit indie? Sementara segmen pasarnya adalah anak-anak SMA yang hendak melanjutkan kuliah. Bayangkan saja jika Indie! Hanya terbatas pada pemasaran secara online tidak dipasarkan di toko-toko buku seperti Gramed, Gunung Agung, dll… Sayang banget kaaan? Katanya… Aku mulai berpikir rugi banget dunk ya? Kita sudah capek-capek menuangkan ide, nulis, harus bayar pula, promosinya kita juga dan yang paling parah royaltinya tak seberapa, huhu… nasib… nasib…
Yang membuat aku ternganga adalah ketika isu masalah penerbit Indie yang telah membawa kabur uang 15juta, benarkah? Entah, sampai sekarang aku masih dipusingkan dengan kebenarannya. Padahal saksi dan bukti-bukti (menurutku) sudah lumayan memenuhi. Aku shock ketika dihadapkan dengan kenyataan bahwa penerbit Indie yang dikabarkan itu adalah penerbit antologiku yang kedua, masyaAllah… pantas saja selama berkomunikasi dengan penerbit tersebut aku kok merasa ga sreg ya? Meski aku bukan penanggung jawab naskah, tapi sah kan ketika kita hanya sekedar Tanya-tanya? Royalty yang dijanjikan pun entaaah kemana…
Huufffh… kapok… kapok… kapok…
Terlebih memang dari dulu, aku sering bermimpi jika aku disuruh memilih untuk menerbitkan di indie atau di penerbit general akan pilih yang mana? Maka dengan tegas ku pilih General! Kenapa? Kan susah masuknya? Entahlah, ada rasa kebanggaan tersendiri ketika naskah kita dianggap layak dan berkualitas untuk diterbitkan! Seberapa lamanya pun naskah soloku itu terbit, aku tak akan pernah berpaling ke Indie!
Aku ingat benar dengan mas Guntur, penulis yang tulisannya sering di muat di majalah-majalah seperti kompas dan kini telah menerbitkan berbagai buku yang berkualitas. Ia berkata : “Bagi kalian penulis pemula, jangan ingin buru-buru bukunya langsung terbit, saya saja sepuluh tahun menulis, baru sekarang bisa menerbitkan buku. Jangan ingin mengambil jalan pintas dengan menyodorkan pada penerbit Indie! Semua perlu proses dan kualitas adalah hasil proses itu sendiri.”
Setiap orang tentu berhak memilih kan ya? Dan inilah pilihanku…
Mungkin selama ini Indie dianggap memberikan kesempatan pada penulis pemula untuk menerbitkan bukunya? Tapi loginya jika memang hakikatnya menulis itu untuk mencerahkan, untuk dibaca dan untuk dinikmati, apa jadinya jika naskah kita ternyata hanya sebatas kuantitas, tak tersenggol oleh mutu? Yang ada, kita malah berhenti untuk belajar! Kita tidak tahu, mana yang disebut naskah yang layak dan tidak karena memang tak ada filterisasi terhadap naskah kita. Yang penting bayar, terbit, begitu? Dan akhirnya buku kita hanya dimakan oleh rayap? Tentu menyedihkan bukan…
Tak bermaksud memprovokasi untuk beralih pada penerbit General. Tidak sama sekali. Aku hanya mendeklarasikan impianku dan opiniku terhadap penerbit Indie. Jika memang menurut kalian dengan Indie kalian merasa puas, ya monggo jalani. Tapi tidak denganku. Ya, bagaimanapun, aku bertekad aku ingin menerbitkan buku soloku di sebuah penerbitan terbesar dan professional! Yang menyatakan bahwa naskahku LAYAK MUTU! Aamiin ya Rabb!
Berharap ada malaikat lewat ikut mengamini ^^
setuju. aku sendiri walau udah nerbitin kumcerku di penerbit indie, tapi merasa gak terlalu happy. krn bukan penerbit yg biasa. jadi merasa kurang tantangannya. makanya niat nerbitin buku lagi jadi malas. aku lebih puas bila cerpenku terbit di majalah2 aja. krn itu melalui seleksi para editor.
ReplyDeleteseharusnya jangan malas mba,niatnya jangan sampe ilang, kita tetap yakin saja suatu hari naskah kita bisa dibukukan di penerbit general dengan ikhtiar dan do'a yg mentap tentunya. ayo semangaaat mba!!! Cerahkan dunia literasi dengan penamu ^^
ReplyDeleteprettttt..dut--pantesan di jabanin nyampe' jam 1--oh ternyta mimpi lagi.
ReplyDeleteSEMANGAT...
U can do it shine.
Power of the dream.
sembarangan buang angin diblogku,bauuu tauuu :P
ReplyDeleteyuhuuu, SEMANGKA!!! (SEMANGAT KAWAN)
Of course, we can do that!!! :)
teruslah raih mimpimu..
ReplyDeletesalam kenal
siiip! Terimakasih mba...
ReplyDeleteSalam kenal juga ya ^^
aye baru tau kalau editor itu ngga konsul perubahan tulisan ma penulisnya, minimal penulis tahu perubahan yg terjadi sebelum buku terbit..
ReplyDeleteberabe dong kalo editornya ga sevisi ma penulisnya, yg mau di sampein penulis di tulisannya bisa ga nyampe... (_ _")
smangat bermimpi shine :)
mungkin konsul mba dan tentunya sudah didiskusikan dengan penanggung jawab naskahnya, karena kan antologi.
ReplyDeleteiya betul, berabe bangeeet, kita ambil ibrahnya z, semoga kelak ketika kita menulis buku solo bisa menemukan editor yg sevisi,hehe
yupz, semangaaat!!! terimakasih ya mba ^^
aamiin....
ReplyDeletewoh.... orang-orang besar adalah orang yang mau dan punya mimpi...
ReplyDelete>> teruslah bermimpi kawan...
* di tunggu sroto unismanya yach...
*ngarep.com
@Fe : Allahuma aamiin... terimakasih do'anya :)
ReplyDelete@Anonymous (sepertinya aku tau ini siapa :P) : hehehe, situ lagi :P
yupz, the power of dreams...
aiiih, ahahaha... sroto unisma tar kalo dah turun royalty-nya, ckckck :P
Semangat!!
ReplyDeleteApapun itu semuanya keren.
:D
SEMANGKA!!!
ReplyDeleteAda mba miyo, jd malu aku,huhu