Lucu rasanya ketika melihat diri sendiri tercermin pada anak. Itukah gambaran saya? Kok bisa ya? 😅
Ada apa ini sebenarnya?
Seperti biasa, seusai maghrib, saya biasanya meluangkan waktu untuk maghrib mengaji. Bukan tentang mengenal huruf hijaiyah melainkan mengkaji apapun dengan cara bercerita sederhana. Atau sebaliknya, giliran Fathan (3,5) dan Nusaiba (1,5) yang cerita.
Fathan dengan cadelnya bercerita sesuka hatinya dengan saya yang selalu memancing...
S : "Terus-terus pesawatnya gimana?"
F : "Pesawatnya besar sekali. Banyak umi, banyak..."
S : "Kursinya banyak ya?"
F : "Iya, orangnya juga banyak."
S : "Terus-terus..."
F : "Fathan terbang ke awan sama abi... Gluduk gluduk.."
S : "Oh, gitu bunyi pesawatnya? Terus-terus..."
F : "Pesawatnya ciuuung, naik, tinggi sekali..."
S : "Fathan takut?"
F : "Ga, Fathan berani..." Sambil alisnya mengernyit seolah-olah bicara enak saja meremehkan keberanianku! Wkwk...
F : "Fathan terus turun, liat pesawat lagi, besar-besaaarr.."
S : "Terus terus?"
F : "Udah umi ceritanya kayak gitu! Terus-terus mulu umi mah!"
Fathan menyemprot saya dengan kata-katanya. Wkwkwk... Saya pun tertawa terpingkal.
Buseng dah, itu kan kata-kata saya kalau lagi buntu banget diminta cerita 😅
Kemudian, di cerita yang lain...
Fathan dan Nusaiba, kakak adik itu berebut mainan. Menanglah Fathan, Nusaiba nangis...
F : "Cengeeeng,"
S : "Eh, kata-katanya dijaga! Siapa yg ngajarin? Ga boleh kayak gitu, ngerti?" Omelan saya panjang lebar.
Tak lama Fathan pun beringsut ke pojokan dan saya lihat Ia menangis yang ditahan.
S : "Lha, Fathan kenapa nangis?"
F : "Umi tuh, Fathan ngomong cengeng aja ga boleh. Cengeng itu nangis artinya, tauk!" Tangisannya pun pecah.
Oh Allah, wkwkwk...
Dan akhirnya, saya memeluknya meminta maaf.
Ok, baiklah...
Diusianya yang sekarang, Fathan sudah bisa diandalkan dalam segala hal... Seperti ketika Nusaiba sakit, saya yang harus memfokuskan ke Nusaiba, kehadirannya sangat membantu. Suami saya yang bekerja di luar kota tergantikan perannya ketika harus bantu ambilkan ini itu...
"Fathan, tolong ambil minum untuk dede."
Ia pun bergegas mengambilkan air dan datang dengan segelas air untuk dedenya.
"Tolong buangin plastik ke tong sampah, A."
"Tolong ambil kayu putih di meja itu ya, A."
"Tolong ambil lap A, airnya tumpah."
Semua itu enteng ia lakukan dengan semangaf.
Namun, tiba-tiba, ketika Ia ngantuk dan merasa lelah, saya memintainya tolong untuk mengunci pintu depan.
Ia pun mematung dan terlihat sebal. Seraya berkata :
"Fathan capek ngurusin Umi! Capek, tau ga?"
Matanya berkaca-kaca, tangisnya hendak meledak.
Dan saya? Ya Allah, wkwkwk... Ngakak sembari memeluknya 😄
Dilain cerita, ketika saya hendak menggunakan jilbab, Nusaiba ambil jilbab saya dan membawanya kabur. Otamatis saya pun mengejar dan mengambil jilbabnya, Nusaiba ga mau kalah, terjadilah adegan tarik menarik jilbab...
"Udah udah, jangan rebutan mulu. Umi ngalah, kan udah besar." Saya pun terhenti mendengar ocehan Fathan ini, wkwkwk, ya ampuuun. Ternyata saya terlalu dini untuk menjadi emak. Belum bisa calm dan sebijaksana emak-emak di luaran sana 😅
Orangtua macam apa saya ini? 😅 *ambilcermin
Children see, Children Do!
Asli, saya terkaget-kaget ketika mengetahui kalimat saya digunakannya. Kalimat spontan, yang mungkin tanpa sadar terlontar dari mulut ini ðŸ˜
Anak2 seumur Fathan emang ngomong apa adanya, aku aja ngakak kalo naqib ngomong
ReplyDeleteKocaaaak... seru ya pny anak. Semua hari berasa indah
ReplyDeletenanti deh fathan kalau seusia fatih sdh mulai sekolah, pertanyaannya sulit2 banget
ReplyDeletekadang emaknya pengen nyerah tapi malu :P
Anak-anak tuh kalo nyeletuk emang suka bikin speechless mbak, huhuhu
ReplyDeleteSalam,
Ara